Seberapa Penting Media Sosial Untukmu?








Beberapa minggu terakhir ini, merasa super insecure. Khususnya sehabis melihat posting-an di media sosial. Sebenarnya media sosial memang memegang peranan penting dalam ranah kehidupan. Sebut saja untuk memasarkan jualan, menginformasikan karya-karya yang kita buat, bahkan sebagai jejaring pertemanan. Adanya waktu luang, membuat saya mulai sering untuk membuka media sosial, khususnya Instagram. Saya memiliki media sosial Facebook, Instagram, dan Twitter. Namun, Instagram itu yang paling sering saya buka dan cek. Bangun tidur bisa buka Instagram dulu dibandingkan melihat chat seperti di Whatsapp. Begitupun mau tidur, pasti saya cek Instagram terlebih dahulu. Betapa Instagram seperti nomor satu dalam hidup saya. Terkadang sambil makan juga melihat posting-an di Instagram.

Akhirnya saya menyadari bahwa mulai kecanduan yang benar-benar menganggu. Jujur, saya merasa beberapa posting-an yang ada di Instagram, membuat diri saya semakin kecil hati. Beberapa teman dan saudara mulai beralih usaha dengan menjual makanan, minuman, pakaian, bahkan melakukan jastip. Ya, memang di tengah pandemi ini, perlu untuk kita semakin kreatif dalam mencari pemasukan. Ada yang post tentang potret keluarganya, ada kabar hamil, melahirkan, dan mengurus anak, bahkan ada kabar melakukan tunangan. Semua hal yang cenderung "happy.' 

Bagi saya yang baru mengalami kedukaan, tentu hal tersebut membuat "iri." Namun, saya juga menyadari bahwa tiap orang punya bagiannya masing-masing. Tak perlu diri ini merasa iri hati atas pencapaian orang lain. Hanya saja sisi yang lain mengatakan "Kenapa saya begini-begini saja?" Disaat orang lain super kreatif melakukan ini dan itu, memasarkan ini dan itu, tapi saya cuma diam-diam saja. Memang saya saat ini masih bekerja, perusahaan saya tidak melakukan hal ekstrim yang seperti kebanyakan. Misalnya, pengurangan gaji. Perusahaan saya tetap menerapkan Work From Home dan Work From Office secara bergantian. Jadi, karyawan tiap divisi masuk secara shifting. Nah jika saya sedang WFH, terkadang ada moment merasa jenuh karena di rumah terus. Padahal ada pekerjaan yang perlu di selesaikan. Saya pun bersyukur karena tidak mengalami seperti teman-teman lainnya. Sebab, ada teman saya yang mendapatkan gaji sejumlah hari dia masuk kerja. Bahkan ada yang mendapatkan setengah gaji saja.

Memang dasar kurang bersyukur. Mungkin ada rasa jenuh membuat saya beralih ke media sosial. Saya menyadari melihat media sosial mulai menimbulkan toxic dalam diri. Merasa bahwa saya tidak bisa bersyukur atas apa yang dialami. Setiap orang memang punya jalannya masing-masing. Akhirnya saya dalam proses pemikiran, perlukah saya untuk "cuti" dalam media sosial? Ada rasa ingin meng-uninstall Instagaram tersebut. Karena merasa makin lama seperti penyakit yang tidak sembuh-sembuh. Di sisi lain merasa kalau tidak bukan Instagram, nanti akan merasa sepi. Bisa merasa jenuh dan semakin bingung mau melakukan aktivitas apa.

Lain sisi lagi berpikir jika senggang, saya bisa menulis, membaca novel (Ada tiga novel yang sudah di beli namun belum dibaca), mewarnai, bahkan beres-beres rumah. Sebetulnya banyak hal yang bisa dilakukan, namun kenapa saya merasa tidak ada yang bisa dilakukan? Apakah disini ada teman-teman yang merasakan hal sama dengan saya? Merasa media sosial bisa menjadi toxic untuk diri kita. Jika ada, lantas apa yang kalian lakukan? 

    


Sumber gambar: Canva (Edit by me)

14 comments

  1. bener banget kak! buat cuman kakak doang yang merasa seperti itu. kdang juga sering iri liat temen2 udah pada sukses, cuman ya kita juga berusaha aja sih dan yakin pasti hidup kita bisa berkembang. cuman kalau nggak pake sosial media temen - temen sering kasih undangan lewat instagram, jadi suka bingun kalau mau tutup akun hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, salam kenal yaa :)

      Yes, bener banget. Kadang apa yang terlihat di depan media sosial tidak semudah kelihatannya hhhe. Aku pun masih memikirkan untuk cuti sejenak dari instagram. Mungkin tidak benar-benar menutupnya, namun mau mencoba untuk tidak membukanya sejenak. Masih galau nih hhhaa..

      Delete
  2. You're not alone, kak! I feel the same way😭 Aku udh detox instagram dari sebulan yang lalu. Awalnya sama2 ngerasa toxic, karena dalam beberapa bulam sejak corona bisa dibilang sama sekali gak ada kegiatan yg bisa aku lakuin. Selain baca buku, pasti ujung2nya cari hiburan di instagram—yg mana sebenernya bukan bikin diri terhibur, yang ada iri dan insecure aja bawaannya. Lihat temen yg udah pada lulus, kerja di LN, liat yg pada study abroad update di IG storynya, liat yg udah punya usaha, liat yg pada kreatif bikin karya, liat orang lain yg mudah sekali dapet apresiasi dari temen2 followersnya, liat yg lolos seleksi buat study abroad, haduuuhh pusing lah kak pokoknya. Isi kepala, hati sama badan aku jadi kerasa gak sehat. Puncaknya sebulan yg lalu aku decided buat berhenti dulu dari kecanduan itu. Awalnya ragu juga sama kayak kakak, takut jenuh dan gak bisa share postingan blog aku lagi, karena biasanya visitors dari instagram selalu lumayan. Tapi di posisi itu yg aku pikirin udah bener2 kesehatan mental aku sih, toh masih ada twitter yg terbilang aman buat aku bisa sebarin postingan blog. Sekarang bersyukur banget setelah detox jadi lebih tenang, lebih bisa self-love dan gak peduli dengan kondisi orang lain di luar sana. Toh selama sebulan ini aku jd semakin sadar, ada atau nggak nya aku di instagram ternyata gak memberi impact apa2 buatku di real life.

    Btw maaf ya kak jadi curhat kepanjangan😂 Salam kenal, kak Devina!👋🏻

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, salam kenal yaa :)

      Wah.. keren banget kamu udah mulai detox instagram. Aku masih galau nih hhha.. Cuma makin lama memang merasa makin toxic banget. Setuju banget mulai semakin berasa toxic sejak corona ini. Karena WFH jadi kadang bisa ada waktu sengang buat buka-buka medsos, ya instagram lah pilihannya.

      Iya aku pun sekarang mulai beralih ke twitter kalau mau post tulisan aku. Soalnya di instagram kayanya uda ga cocok deh hhhe..

      Aku sepertinya akan mengikuti jejak mu nih, mulai detox dari instagram hhha..

      Delete
    2. Makanyaaa kak gara2 corona ini aku jd stress kan di rumah terus, ditambah harus ngerasa insecure dan lain2 di instagram hikss. Btw kaka pelan-pelan aja detoxnya, bisa dimulai dari dosis (cielah dosis wkwk) pemakaian yg agak dikurangin, atau bisa deactivate sementara. Karena instagram nyedian fitur deactivate sementara buat yg mau menghilang dari instagram, kalau twitter kan cuma bisa permanen, di instagram untungnya nggak harus permanen. Tapi kalau mau aktifin itu harus buka ig via website, diklik aja bagian "edit profil", nah nanti di bagian yg paling bawahnya ada pilihan "temporarily disable my account" (in case kaka belum tau). Semoga suatu saat bisa kembali ke media sosial dengan hati yg lebih tenang ya kak!😁

      Delete
    3. Wahhh, aku baru tahu bisa deactivate sementara. Aku kepikiran mau langsung uninstall aja Instagram nya. Kalau memang nanti mau kembali, ya aku install ulang. Soalnya kadang masih ngerasa butuh instagram, karena ada beberapa yang ngadain IG Live. Nah kalo topiknya oke, kadang aku suka ngikutin. Cuma emang bener kata kamu, makin ngerasa insecure sih di instagram. Mungkin karena kita lihat langsung dari foto-foto kali yaa, jadi aga berasa gimana gitu hhha.. Btw, makasih loh infonyaaa

      Delete
  3. Hi ci, aku pun juga merasakan hal yang sama mengenai instagram. Maka dari itu semenjak 1 tahun lalu aku memutuskan untuk menutup akun pribadi aku dan benar-benar itu keputusan yang tepat menurutku karena sekarang hidupku jauh lebih enak dan nyaman banget hidup tanpa IG. aku sadar ternyata lihat postingan teman-teman itu terlalu toxic buat aku, aku lebih nyaman berkomunikasi dengan orang-orang yang nggak aku kenal di dunia nyata seperti lewat blog gini karena rasanya beda. Sekarang, aku jadi lebih aktif di blog dan merasakan banget perbedaannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hebat kamu bahkan sudah setahunnnn.. Setuju sih, aku mulai merasa betah juga berkomunikasi melalui blog. Walaupun tidak intens di blog ini untuk berkomunikasi, namun lebih merasa "hidup." Mulai merasakan kesenangan sendiri yaa dari blog hhha..

      Delete
  4. Saya sudah lama meninggalkan medsos.. Bukan berarti nggak sama sekali buka karena kadang masih pingin lihat tingkah laku teman-teman lama saja.. Tapi bisa dihitung dengan jari.

    Masalahnya karena saya tidak merasa banyak manfaat punya medsos. Instagram pernah dipakai buat majang hasil hunting foto, cuma sudah lebih dari 4 bulan nggak diupdate lagi. Facebook lebih parah lagi karena foto profile itu pakai foto anak saat kelas 4 SD, padahal sekarang sudah mau kuliah.. Twitter, sampe lupa nama akun dan passwordnya.

    Lebih menyenangkan menyibukkan diri dengan blog atau hunting foto, selain ngurus lingkungan dan tanaman..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo Mas Anton.. Salam kenal ya.

      Aku pun mencoba untuk mengurangi penggunaan medsos, khususnya Instagram. Betul sekali Mas, aku juga mulai merasakan kesenangan di blog nih. Serasa menemukan tempat baru untuk explore lebih jauh. Waahh.. menarik tuh Mas suka dengan lingkungan dan tanaman. Bisa jadi ajang untuk foto jugaa yaa hhhe..

      Delete
  5. Penting nggak penting sih sebenernya. Kadang cuma buat share-share tulisan aja, kadang cari referensi tulisan, dsb, hehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju. Tergantung kebutuhan kita aja sih. Asal tidak berlebihan saja, nanti malah fungsinya jadi tidak baik hhhee..

      Delete
  6. Kalo tentang terkadang iri melihat kok ya temen makin sukses, makin kreatif menciptakan feed nya, makin pinter nulis caption yang menarik, likes nya banyaaak, akupun ngerasain mbaaa :D.

    Tapi sepertinya blm kepengin sih untuk puasa dari IG. Buatku IG dan FB itu hiburan. Walo terkadang suka envy Ama temen2 yg bisa liburan mewah, tp lama2 aku jadiin itu kayak motivasi. Oke, aku nabung dari skr, supaya bisa ngerasain stay di hotel semewah itu. Misalnya gitu :D. Jadi keinginan utk detox IG jd hilang :)

    Aku pernah ga buka medsos 5 hari full, ga connect dengan dunia luar juga. Karena saat itu sdg liburan ke Korea Utara. Di sana ga ada sinyal untuk semua turis yg DTG .pemerintahnya memang melarang. Di situ sih aku ngerasain 5 HR tanpa internet, ga bisa menghubungi suami dan anak2 di Rumah, bener2 putus komunikasi. Tapi efek bagusny, aku dan temen2 yg ikut kesana jd lebih kompak. Kami ngobrol banyak, becanda, tanpa ada yg tertarik melihat gadget :D. Rasanya happy. Seperti balik ke zaman hp blm ada :D.

    Tapi setelah balik JKT, balik LG sih ttp mantengin IG dan medsos. hahahah. Trus lgs sadar 5 HR puasa kami ketinggalan banyak berita :D.pak Habibie meninggal aja baru tau pas kami keluar dari Korut dan mendapat sinyal internet di China :D. Berasa udik juga jadinya. Gilaaa ini info apa aja yg kami ketinggalan slama 5 hari :D.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wahh.. mbak Fanny bisa ambil itu semua sebagai motivasi yaa.. Aku pun sampai sekarang akhirnya belum sampai puasa medsos, tapi semakin mengurangi intensitas buka medsos. Jadi fokus buat nge-blog saja deh hhhe..

      Iya sihh kadang memang jadi serba salah yaa. Tidak ada medsos malah bisa kehilangan info-info yang penting. Intinya menggunakan medsos secukupnya saja ya mbak hhhe..

      Delete

Halo, salam kenal!

Terimakasih ya atas kesediaannya untuk membaca tulisan ini. Boleh ditinggalkan komennya agar kita bisa berkomunikasi satu sama lain :)

Sampai berjumpa di tulisan-tulisan berikutnya.