Memaknai Wedding Anniversary - Anak




Masih dalam masa wedding anniversary, ada hal lain yang perlu dimaknai dalam kehidupan rumah tangga gw dan koko. Jika di tulisan pertama Memaknai Wedding Anniversary membahas seputar perjalanan pertama pernikahan, tulisan ini akan melihat sisi yang lebih dalam. Ya, sampai satu tahun kami menikah, hanya diisi oleh kami berdua. Belum ada kehadiran anak di tengah-tengah kami. Sebetulnya kami sadar bahwa ketika menikah, hal yang mungkin jadi pertimbangan adalah memiliki anak. Sebetulnya masing-masing dari kami ingin untuk memiliki anak, namun ada permasalahan yang dialami.

Permasalahan tersebut mungkin terkesan sepele, tapi perlahan akan berdampak dalam kerjasama kami berdua di kehidupan rumah tangga. Semua bermula dari gw. Ya, gw lah yang mungkin menjadi alasan dari keputusan yang kami ambil hingga saat ini. Ada sisi dalam diri gw yang meneriakkan bahwa saat ini belum waktunya untuk punya anak. Orang lain menyebutnya menunda, namun gw memberi sebutan sebagai waktu untuk memahami sekitar. Gw masih perlu waktu untuk tahu dan meyakini bahwa memiliki anak itu bukan suatu hal yang menjadi masalah. Ada sisi diri gw yang terkesan belum siap untuk memiliki anak. Padahal, gw senang kalau lihat video anak-anak balita yang lagi main, belajar bicara, bahkan lagi makan. Itu lucu banget dan jujur gw ingin ada di momen itu. Merasakan sendiri dengan anak kami.

Namun, menjelang satu tahun usia pernikahan, niat itu belum ada. Malah semakin membuat gw takut dan merasa ada yang tidak beres dalam diri gw. Gw bersyukur punya suami yang super duper sangat support dan tidak menuntut. Walaupun gw percaya, dia sebetulnya ingin cepat punya anak. Apalagi usia dia sudah tidak 30-an. Tentu disaat teman-teman dia sudah punya dua sampai tiga anak, kini kami memulai mengusahakan saja belum maksimal.

Sebetulnya kami sudah mencari tahu dan mencoba untuk memilih ahli yang akan kami kunjungi. Namun, ketika akan dilakukan, diri gw seakan berontak dan mengatakan itu belum saatnya. Ada sisi dalam diri gw yang berteriak seolah mengatakan "tunggu dan sabar, semua ada waktunya." Tapi kapan waktunya itu yang tidak di ketahui. Bagi orang lain bilang masa-masa awal akan punya anak tentu membuat bingung, namun seiring berjalannya waktu akan terbiasa. Sama hal nya dengan kita mencoba segala sesuatu yang baru. Tentu ada perasaan takut, khawatir, memikirkan hal-hal terburuk, padahal belum tentu benar seperti itu.

Selepas tanggal anniversary, gw semakin meyadari bahwa perlu "diperbaiki" diri gw sendiri sebelum menyambut personil baru dalam keluarga kami.  Gw merasa bahwa butuh orang lain yang ahli untuk membantu. Kami berdua berkomunikasi dan mengeluarkan semua unek-unek dan harapan. Sekali lagi gw bersyukur punya partner seperti dia. Walaupun bukan hal mudah untuk dia dalam berbicara tentang pikiran dan perasaannya, namun ia mau mencoba dan membagikannya untuk gw. Ya.. sebetulnya kami sama-sama punya ketakutan dalam hal ini. Ada sisi dalam diri dia yang merasa takut jika ada yang salah dengan dirinya, baik itu secara medis atau mentalnya. Gw pun juga merasa bahwa secara medis belum sepenuhnya baik, ada momen dimana siklus menstruasi yang tidak teratur. Tentu itu juga bisa menjadi penyebabnya.

Kami pun belajar untuk menerima keadaan itu semua sesuai dengan dugaan yang dibuat. Tentu, butuh ahli medis yang menunjukkan apakah dugaan kami benar atau salah. Selain itu, perlu juga rasa percaya pada Tuhan bahwa semua akan ada waktunya. Hal ini  membuat gw merasa pertama kali perlu untuk mengujungi psikolog. Semata-mata untuk mengeluarkan unek-unek dan berharap bahwa dapat tambahan sokongan sehingga memantapkan diri gw.

Gw sadar bahwa siap menikah tidak sama dengan siap punya anak. Ketika diawal kami sepakat untuk menikah, pembicaraan mengenai anak sudah dilakukan. Namun ketika dijalani, kok semua terasa berbeda dengan harapan awal. Karena gw siap untuk membangun rumah tangga dan hidup seterusnya sama koko, tapi niat untuk menambah personil membuat nyali menciut. Nyali tersebut menguap entah kemana. Walaupun koko bilang tenang saja dan tidak perlu dipikirkan, gw merasa bahwa ada yang salah. Gw perlu perbaiki itu sebelum merugikan banyak pihak.

Kini, gw berusaha untuk "menyembuhkan" diri sendiri dan membangkitkan hal-hal terkecil yang sebetulnya gw punya tapi tidak di sadari. Sambil kami terus mencari informasi dan semakin memantapkan diri untuk melakukan program hamil. Kedepannya seperti apa tentu masih buram. Namun, kami sadar bahwa berdua lebih baik dibanding sendirian. Apapun jalan yang akan di lewati ke depan, gw percaya bahwa kami berdua bisa melaluinya. Ini semua akan menjadi perjalanan baru di masa-masa menuju tahun ke-2 pernikahan. Kami sama-sama meyakini bahwa semua akan ada momennya. Hal yang tidak bisa saling dibandingkan pasangan satu dengan pasangan lainnya. Ya, kami percaya itu...

No comments

Halo, salam kenal!

Terimakasih ya atas kesediaannya untuk membaca tulisan ini. Boleh ditinggalkan komennya agar kita bisa berkomunikasi satu sama lain :)

Sampai berjumpa di tulisan-tulisan berikutnya.