Lesson Learned dalam Pernikahan : Menerima dan Bersyukur
Tuesday, August 27, 2019
Pernikahan bukan semata-mata aku, kamu, dan kita. Makanya banyak juga yang mengatakan ketika menikah maka babak baru dimulai. Ya.. itu memang benar adanya. Menikah ini bukan sekedar tinggal bersama dan hidup berdampingan dengan pasangan. Namun, proses belajar seumur hidup yang seakan tidak pernah usai.
Setelah tahun pertama pernikahan, semua seolah masih berjalan seperti biasa. Hanya saja makin terlewatinya hari, ada perubahan yang mulai terjadi. Khususnya ini dialami oleh gw. Gw merasa semakin tidak sabar dan menuntut macam-macam ke koko. Entah kenapa merasa selalu masih ada yang kurang dan butuh untuk diperbaiki. Padahal, semua itu bukanlah tugas koko sepenuhnya. Gw menyadari bahwa emosi menjadi mudah tersulut. Mulai dari bangun tidur hingga malam, gw bisa marah-marah untuk hal sepele. Contohnya, baju kotor digantung gitu saja tanpa di taruh di keranjang pakaian kotor. Padahal awal-awal married sampai satu tahun pernikahan, gw bisa terima hal tersebut.
Bukan.. bukan karena lagi hamil atau masa PMS. Gw merasa tiap hari bisa ngedumel oleh hal-hal sepele yang pada awalnya bisa gw terima. Sampai sebulan setelah kami merayakan ulang tahun pernikahan pertama, ngedumel gw semakin menjadi-jadi. Hingga akhirnya sih koko mungkin lelah juga dengerin ocehan gw, sambil lalu dia bilang "ini ga bagus untuk mental aku, dengerin kamu ngoceh terus."
Deg..
Bukan berarti dia tidak berubah
Bukan berarti dia tidak menuruti maunya gw yang serba teratur
Bukan berarti dia tidak mencoba untuk lebih baik
Kalau hari ini gw ngoceh karena dia taruh sendal di lantai, bukan di rak yang ada, maka besoknya dia akan langsung naruh sendal di rak tersebut. Kalau hari ini gw ngedumel baju dia ditaroh sembarangan, besok dia akan langsung gantung di lemari. Intinya dia perlahan mulai membiasakan diri mengikuti maunya gw yang serba teratur. Satu tahun pertama gw bisa untuk beradaptasi dan menerima bahwa dia tidak seteratur gw. Namun, gw menyadari bahwa itu belum benar-benar menerima.
Adanya tuntutan gw yang maunya ini dan itu menjadi pertanda bahwa sebenarnya kata menerima itu hanya diucapkan dan coba diterapkan. Tetapi belum sepenuhnya bisa diaplikasikan. Gw jadi menyadari bahwa mungkin memang gw yang perlu juga untuk beradaptasi dan mengontrol diri. Bukan karena gw sudah menurunkan standar, namun sebagai bentuk proses belajar. Koko sudah belajar untuk bisa berbagi dan berusaha memenuhi standarnya gw. Maka, gw yang perlu belajar lebih ekstra lagi sebagai bentuk hubungan timbal balik. Hubungan yang menunjukkan bahwa pernikahan ini bukan cuma koko saja atau gw saja, namun kami berdua.
Gw pun belajar menerima dan yang tidak kalah pentingnya adalah bersyukur.
Ya.. gw masih jauh dari mengucap syukur atas apa yang sudah gw terima saat ini. Umpamanya gw sudah mendapatkan hal yang memang dibutuhkan, namun melupakan semua yang memberikannya. Seakan lupa bersyukur kepada Tuhan, lupa bersyukur kepada orangtua, dan lupa bersyukur kepada koko.
Memang pernikahan kami masih awal dari segala hal-hal unik lainnya. Masih baru merasakan "oh begini toh.." tanpa tahu akan ada apa lagi di depan sana.
Intinya selalu dibarengi dengan menerima dan bersyukur. Tidak perlu menjadi seperti orang lain, namun ya inilah kami berdua.
Sumber gambar:
https://pixabay.com/photos/worshipping-god-happy-grateful-2101347/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments
Halo, salam kenal!
Terimakasih ya atas kesediaannya untuk membaca tulisan ini. Boleh ditinggalkan komennya agar kita bisa berkomunikasi satu sama lain :)
Sampai berjumpa di tulisan-tulisan berikutnya.