Pertanyaan tak kunjung usai setelah menikah adalah sudah isi belum? Sudah hamil belum?
Intinya mempertanyakan apakah kami sudah punya anak atau belum. Badan gendutan sedikit dan perut agak buncit, dibilang lagi hamil. Padahal memang dasar saya lagi makan banyak dan bikin berat badan naik. Sehingga, fisik juga ikut terlihat gemuk. Itu semua bukan karena hamil. Beragam komentar pun muncul seiring dengan satu tahun pernikahan kami dan belum ada tanda-tanda kehamilan. Jujur, buat saya itu semakin membebani karena terus dipertanyakan dan diberikan nasehat ini dan itu agar cepat hamil.
Please, hamil itu bukan semata-mata karena sudah menikah jadi harus segera punya keturunan. Ada beragam faktor dari A sampai Z yang mendukung keputusan dan pilihan ketika kehadiran anak itu tiba. Kebanyakan orang memberikan saran agar sering makan tauge, lalu jangan terlalu capek dan stres, dst. Memang ada faktor-faktor yang turut serta mempengaruhi kondisi fisik dan mental untuk bisa hamil. Namun, terpenting tidak bisa melupakan jalan dari Tuhan untuk kami.
Disini saya akan menceritakan awal mula perjalanan kami yang mungkin terbilang ajaib untuk bisa mendapatkan keturunan. Tiga bulan setelah menikah (bulan Oktober 2018), saya telat menstruasi. Disitu saya mulai mencari alat tespack untuk cek apakah ini karena hamil atau memang siklus sedang berantakan (saat itu sedang sibuk kuliah, menjelang ujian, dan membuat proposal tesis). Ternyata hasil tes menunjukkan negatif. Oke, berarti ada yang salah dengan tubuh saya. Memang saya memiliki siklus menstruasi yang cukup tidak teratur. Mulai dari sebelum menikah namun durasinya tidak begitu lama. Sempat cek ke dokter kandungan dan dibilang karena faktor stres. Namun, jika sudah menikah tentu perlu dilakukan pengecekkan lebih lanjut.
Selanjutnya saya melakukan pemeriksaan ke RS Bethsaida, Gading Serpong. Saya memilih dokter wanita, sebab ini merupakan pemeriksaan awal. Kebetulan saya juga pergi sendiri dan memang sengaja tidak mau ditemani koko. Saya memilih dr. Andriana Kumala Dewi, Sp.OG. Singkatnya setelah konsultasi dan USG, ternyata ditemukan bahwa sel ovum saya memiliki ukuran yang kecil-kecil dan dalam jumlah banyak. Hal ini biasa di sebut dengan PCO (Polycystic Ovaries).
Foto di atas merupakan dokumentasi pribadi hasil USG saya. Terlihat ada bulatan berwarna hitam yang cenderung berukuran sama dan berjarak dekat satu sama lain. Bulatan berwarna hitam itu adalah sel ovum yang saya miliki. Idealnya, ukuran sel ovum ada yang besar maupun kecil, sedangkan yang saya punya berukuran nyaris sama semua.
PCO adalah kondisi yang menunjukkan bahwa sel telur berukuran kecil-kecil dan dalam jumlah banyak. PCO ini berbeda dengan PCOS. PCOS (Polycystic Ovary Sindrome) adalah kondisi metabolisme hormonal yang membuat ovarium terdiri dari folikel yang besar dan abnormal. PCOS terbilang lebih berbahaya dibandingkan PCO, sebab untuk diagnosa PCOS ditegakkan berdasarkan hasil tes hormon yang sudah di lakukan.
Umumnya ciri-ciri yang terlihat adalah siklus menstruasi yang tidak teratur, tumbuh jerawat, berat badan meningkat. Namun butuh pengecekkan lebih lanjut untuk bisa mengetahui apakah mengalami PCO atau PCOS. Sebab siklus menstruasi yang tidak teratur bisa juga dipengaruhi karena kelelahan, stres, pola makan yang tidak teratur, dll. Umumnya kita sebagai wanita tidak bisa mendiagnosa diri sendiri tanpa bukti-bukti secara medis.
Setelah didiagnosa mengalami PCO oleh dr. Andriana, beliau memberikan obat hormon untuk memancing keluarnya menstruasi. Sehingga siklus menstruasi saya bisa kembali lancar. Obat yang diberikan bernama Cyclo-Progynova. Obat ini terdiri dari 21 kapsul yang harus diminum setiap hari. Di belakang dus obat juga ada nomor dari satu sampai 21 dan diberikan sticker untuk kita bisa menempel hari pertama minum sampai hari terakhir minum obat. Saya diberikan dua dus obat tersebut, sehingga harus minum selama 2 bulan. Obat ini memang dijual bebas di apotek-apotek, bahkan di Century pun ada. Namun, tetap berdasarkan resep dari dokter ya.
dr. Andriana pun mengatakan bahwa saya masih bisa hamil alami. Artinya obat hormon yang diberikan hanya membantu untuk melancarkan siklus menstruasi. Setelah itu, baru bisa dihitung masa subur dengan mudah. Karena saat itu saya baru menikah tiga bulan, jadi masih terlampau dini untuk diberikan obat demi bisa hamil. Beliau mengatakan bahwa ada obat yang bisa berfungsi untuk memperbesar sel ovum. Saat itu saya belum terpikirkan untuk meminumnya karena masih percaya bisa hamil dengan cara alami.
Setelah selesai minum obat ini, saya memang bisa menstruasi dengan normal (durasi 5 hari dan volume mens juga wajar seperti biasa). Bulan-bulan berikutnya juga bisa menstruasi dengan normal, sehingga siklus sudah kembali seperti semula. Namun, bukan serta-merta PCO tersebut hilang. Saya tetap harus mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi, serta rutin berolahraga.
Refrensi:
https://www.popmama.com/pregnancy/getting-pregnant/annas/apa-perbedaan-pco-dan-pcos/full
https://pixabay.com/photos/hands-pregnant-woman-heart-love-2568594/
Foto USG : Dokumentasi Pribadi
No comments
Halo, salam kenal!
Terimakasih ya atas kesediaannya untuk membaca tulisan ini. Boleh ditinggalkan komennya agar kita bisa berkomunikasi satu sama lain :)
Sampai berjumpa di tulisan-tulisan berikutnya.