Hai Diri Sendiri, Apa Kabar?



12 Mei 2020 adalah 40 hari kepergian Baby E. Sungguh cepat sekali waktu berlalu. 40 hari setelah ia tiada tentu semua tidak lagi sama. Masih merasa bahwa ia baru lahir kemarin. Ya.. kemarin. Padahal sudah pergi selama 40 hari. Perlahan mulai bisa menerima kenyataan. Kenyataan yang tidak sesuai harapan. Kenyataan yang kalau bisa tidak perlu terjadi. Namun, kembali lagi bahwa manusia hanya bisa berencana dan berharap.

Semua memang berubah, waktu dan diri juga ikut berubah. Proses-proses awal setelah ia pergi sudah saya ceritakan di Proses Menerima Kedukaan atas Kehilangan Anakku . Saat ini saya mau bercerita apa saja perubahan yang mulai dirasakan oleh diri sendiri.

Hai diri sendiri, apa kabar?

Setelah titik balik di saat saya pingsan, perlahan saya menyadari bahwa ada hal yang perlu dikerjakan. Mulai mencerna sebetulnya diri sendiri ini harus apa dan bagaimana. Masih dalam durasi cuti melahirkan dan kantor pun WFH, akhirnya banyak menghabiskan waktu di rumah. Jujur ini salah satu hal positif yang saya dapatkan. Jadi saya tidak perlu untuk mendengar perkataan apapun dari siapapun. Memang diri sendiri merasa semakin introvert, maka cenderung menutup diri. Benar-benar tidak mau mendengar apapun. Hanya mau merasakan kesedihan saja.

Perlahan mulai mengisi aktivitas dengan lebih sadar. Maksudnya sebelumnya juga sudah mulai menjalani aktivitas seperti beberes rumah yang ringan, bahkan kembali menulis. Rasa-rasanya kemarin masih ngawang-ngawang dalam melakukannya. Kini lebih bisa untuk sadar dan mencerna apa saja yang dilakukan.

Kepergiaan Baby E mengajarkan saya untuk bersyukur atas apapun yang terjadi. Walaupun dalam durasi singkat kebersamaan kami, namun itu sudah merupakan hal luar biasa yang terjadi. Merasakan momen hamil yang benar-benar unik, merasakan melahirkan yang mempertaruhkan nyawa (setelah merasakan sendiri, ini kalimat mempertaruhkan nyawa memang benar adanya), bahkan melihat dirinya lahir. Indah sekali itu semua. Bersyukur karena saya sudah berada dalam posisi itu. Posisi yang mungkin sebagian perempuan lainnya ingin ikut merasakan.

Merasa perlu bersyukur karena masih sehat dan bisa melakukan aktivitas apapun dengan nyaman. Di tengah pandemi ini banyak yang mulai mengalami hal tidak nyaman, nyatanya saya masih diberikan kenyamanan. Merasa bersyukur karena bisa menghabiskan waktu untuk diri sendiri. Seperti menulis, membaca novel, bahkan mulai belajar masak. Ya.. belajar masak. Jujur saya bukan termasuk perempuan yang jago masak sedari dulu. Ini benar-benar mulai dari nol. Bermodalkan melihat youtube dan instagram, belajar untuk membuat makanan yang sederhana. Ini semua juga karena tuntutan dan terpaksa. Maksudnya, biasa sering beli lauk jadi. Namun karena pandemi dan semakin banyaknya orang-orang yang positif corona, diri ini jadi merasa takut. Takut ketemu abang ojol, bahkan takut makanannya kurang bersih.

Akhirnya coba masak ini dan itu. Setelah menghasilkan satu masakan dan rasanya enak, sungguh bangga diri ini. Bahkan pernah mencoba membuat kue dengan bahan dan alat seadanya. Walaupun bentuknya tidak menarik, namun rasanya enak. Semakin bangga sama diri sendiri. Merasa diri ini keren dan jujur tidak menyangkan. Ternyata saya mampu loh untuk membuat masakan. Saya mampu loh untuk membuat kue. Namun bukan masalah hasilnya, tapi saya mampu untuk keluar dari zona nyaman.

Ya.. keluar dari zona nyaman.

Akhirnya saya sadar, bayi yang berusia 8 hari mengajarkan saya akan artinya berubah. Mengajarkan saya untuk berani menjalani perubahan. Tentu awalnya tidak nyaman. Bahkan masih merasa tidak sanggup. Perlahan itu semua mulai menunjukkan titik terang. Awalnya tidak bisa masak, akhirnya bisa mencoba dan berhasil. Itu sebetulnya hal sederhana. Bahkan mungkin orang lain merasa biasa saja. Bagi saya, itu satu perubahan yang membuat diri ini keluar dari zona nyaman.

Semua masih dalam proses, namun perlahan terlihat mulai membaik. Rasa duka dan sedih masih ada. Bahkan tadi pagi sehabis bangun, saya masih menangis. Ya.. hari ini (15 Mei) adalah 43 hari sejak Baby E pergi dan saya masih menangis. Tapi saya bangga, karena perlahan mulai bisa mengontrol emosi. Sehingga tidak menangis berlarut-larut dan lama. Hari ini juga kembali bisa menulis dan mengingat semua yang terjadi.

Sebetulnya dengan menulis kembali ingat hal sedih. Tidak apa-apa memang harus dihadapi. Perlahan menerima bahwa inilah saatnya untuk mencoba yang lain. Mencoba bangkit dari kesedihan. Tidak mungkin lupa, karena tidak ada namanya mantan anak. Pasti selalu diingat, asal diikuti emosi yang bisa di kontrol.

Jika ditanya apa kabar, maka saya menjawab mulai membaik. Ya.. mulai membaik dan semoga menjadi tetap membaik.

Sumber gambar: https://pixabay.com/id/photos/wanita-cantik-gadis-bohong-daun-2003647/

No comments

Halo, salam kenal!

Terimakasih ya atas kesediaannya untuk membaca tulisan ini. Boleh ditinggalkan komennya agar kita bisa berkomunikasi satu sama lain :)

Sampai berjumpa di tulisan-tulisan berikutnya.