Apa kabar kamu hari ini?
Apa kabar kamu belakangan ini?
Bisakah kamu makan dan tidur dengan nyenyak?
Maraknya kasus bullying yang beredar saat ini tentu membuat miris. Apalagi ini berada dalam ranah profesi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Nyatanya kasus bullying semakin banyak dari lintas usia dan profesi. Sebagai salah satu orang yang pernah mempelajari ilmu psikologi, saya merasa keadaan saat ini sedang tidak baik-baik saja. Namun, bersyukur karena perihal kesehatan mental mulai dikenali dan dipedulikan oleh orang-orang. Jika kesehatan mental hanya di kaitkan dengan kurang beriman, bunuh diri, orang gila, dsb-, akhir-akhir ini mulai muncul informasi mengenai topik tersebut yang di bahas dengan mendalam. Mulai berseliweran pembahasan mengenai kesehatan mental, gangguan, pencengahan, maupun tempat / orang yang bisa dikunjungi / dihubungi jika sedang mengalaminya.
Minggu lalu saya baru selesai ikut semacam seminar mengenai kesehatan mental. Pembahasan di berikan oleh seorang psikolog dan peneliti yang memang concern di bagian ini. Pada dasarnya materi yang di paparkan seputar pelajaran yang pernah saya ketahui, seperti beberapa gangguan mental.. Gangguan mental yang umumnya kita kenali, yaitu depresi, gangguan cemas, gangguan makan, dan gangguan panik. Namun, pada seminar tersebut di bahas juga seputar bunuh diri. Tentu ini masik topik yang perlu hati-hati untuk di bahas dan dibicarakan. Mengingat kondisi sosial saat ini cukup sering membahas topik tersebut. Tentunya bisa menjadi trigger untuk orang lain yang mungkin dalam kondisi ingin melakukan hal tersebut.
Secara umum yang bisa saya rangkum dan bagikan disini adalah setiap orang pernah dan mungkin sedang mengalami kondisi tidak baik-baik saja. Maksudnya dalam kondisi kehilangan harapan, kehilangan seseorang, merasa tidak berdaya, merasa sulit tidur, merasa takut melakukan sesuatu di depan banyak orang, sedang dalam kondisi cemas ingin memulai sesuatu yang baru, ada perasaan tidak nyaman terhadap perubahan, tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain, dsb. Semua hal tersebut wajar untuk dialami. Namun, jika hal tersebut berlarut-larut tanpa intensitas yang menurun, mungkin ada hal lainnya yang sedang terjadi pada mental kalian dan perlu penangganan tertentu.
Semua ciri-ciri yang dialami belum tentu sebagai pertanda gangguan mental. Ingat kalau yang bisa mendiagnosis suatu gangguan mental adalah yang ahlinya, seperti psikolog dan psikiater. Jika ada yang masih bingung apa bedanya, secara singkat yang bisa saya sampaikan kalau psikolog adalah seseorang yang mempelajari ilmu kejiwaan dan butuh untuk kuliah lebih lanjut untuk menjadi profesi psikolog. Biasanya treatment yang diberikan berupa konseling dan terapi. Sedangkan untuk psikiater adalah seseorang yang kuliah di bidang kedokteran dan mengambil spesialisasi kejiwaan. Jadi pasiennya bisa di berikan treatment berupa obat-obatan.
Jika merasakan kondisi yang tidak nyaman dan mulai menganggu aktivitas, jangan langsung mendiagnosis diri sendiri mengalami gangguan A, B, atau C. Tidak semua ciri tersebut mengerucut menjadi diagnosisi yang tepat untuk diri sendiri. Coba untuk diam dan memikirkan bagaimana kesehariaan yang dijalani. Apa yang membuat tidak nyaman. Siapa yang membuat tidak nyaman. Bagaimana solusi yang sudah dilakukan dari ketidaknyaman tersebut. Carilah orang yang di percaya untuk bercerita dan bertukar pikiran. Pastikan orang tersebut tidak "menghakimi" dirimu dan "menuntutmu" untuk melakukan suatu hal yang mungkin semakin memperparah kondisi yang ada. Jika, kondisi tersebut tidak beranggsur membaik, bisa untuk ketemu ahlinya, seperti psikolog atau psikiater.
Umumnya orang merasa takut dan canggung ketika bertemu para ahlinya. Merasa ketika ke psikolog atau psikiater berarti sedang mengalami gangguan mental. Belum lagi stigma yang muncul dari orang lain ketika diri ini ingin pergi ke psikolog/psikiater. Orang akan mengatakan kita kurang berdoa dan beriman. Bisa juga mengatakan itu hanya stres belaka dan beranggsur akan pulih. Bahkan tidak dipungkiri bisa langsung memberikan kita label depresi lah, cemas berlebihan lah, gila lah, dll. Jika kamu sedang dalam kondisi tersebut, tetaplah untuk sadar dan tidak perlu memikirkan omongan tersebut.
Saya pernah dalam fase takut untuk ke psikolog dan sebetulnya kata orang tidak perlu kesana. Ketika anak meninggal dan merasa tidak berdaya untuk melakukan aktivitas apapun, saya memutuskan untuk ke psikolog. Saat itu respon Koko sebagai suami mengatakan saya tidak perlu pergi kesana. Cukup cerita kepada dirinya, keluarga, atau sahabat saya. Kembali, sebagai seseorang yang pernah kuliah psikologi, saya merasa ini tidak sebatas bisa di ceritakan kepada orang terdekat. Saya perlu untuk ketemu ahlinya. Saya perlu untuk di dengarkan secara obyektif. Karena untuk orang terdekat yang mendengarkan mungkin akan memberikan pandangan subyektif sebab sudah mengenal saya.
Maka dari itu saya memberanikan diri untuk pergi ke psikolog. Bersyukur menemukan orang yang tepat untuk membantu saya mengatasi rasa saat itu. Mulai dari dukacita, cemas, merasa bersalah, stres, dll semua dalam kondisi negatif. Setelah tiga kali konseling, saya merasa lebih "berada" dalam aktivitas sehari-hari. Mulai beranikan diri untuk keluar bertemu orang lain. Mulai beranikan diri berbicara dengan orang lain. Bahkan mulai berani untuk aktivitas kerja ke kantor. Nyatanya kondisi tersebut tidak serta merta langsung hilang, namun berangsur membaik dan bisa saya kontrol. Ketika sedang mengalami fase tersebut saya bisa cepat sadar bahwa ini adalah sementara. Saya bisa sadar bahwa kondisi saat ini mungkin karena ada suatu pemicu yang membuat tidak nyaman. Intinya saya lebih sadar dan bisa membedakan serta memberikan batas waktu untuk tidak berlarut-larut.
Ketika merasakan kondisi yang tidak baik-baik saja, memang benar untuk berdoa dan menenangkan diri kepada-Nya. Namun dalam kondisi tertentu mungkin hal tersebut tidaklah membuahkan hasil. Bisa saja untuk berdoa pun tidak sanggup. Maka dari itu kita perlu ingat dan sadar untuk melakukan tahap teknik grounding. Grounding Technique sebetulnya di terapkan untuk orang yang sedang mengalami kecemasan. Namun, menurut saya ini bisa juga di terapkan dalam kondisi tidak baik-baik saja apapun bentuknya. Jadi tahapan Grounding Technique adalah:
- Mengidentifikasi 5 barang yang bisa dilihat di sekitar kita
- Mengidentifikasi 4 barang yang bisa kita pegang
- Mengidentifikasi 3 barang yang bisa di dengar
- Mengidentifikasi 2 barang yang bisa di cium
- Mengidentifikasi 1 barang yang bisa di rasakan
- Pastikan kondisi sedang nyaman, disarankan untuk duduk
- Kemudian tarik nafas dalam dari hidung, lalu hembuskan perlahan melalui mulut.
- Lakukan itu berulang hingga kondisi tubuh merasa nyaman
aku pernah kepikiran buat dateng ke psikolog, dulu pernah merasa stres karena kerjaan, "masalah" juga sama orang-orang tertentu di kantor, kadang suka sakit kepala sendiri, pernah tiba-tiba kayak mellow jadi nangis.
ReplyDeleteterus aku coba stay calm, berpikir jernih, dan coba pikirkan gimana caranya aku bangkit. Dan ternyata bisa, mungkin waktu itu aku lagi dalam keadaan kayak mellow buanget
Syukurlah kalau sudah teratasi mba. Iyaa mungkin waktu itu tekanannya cukup tinggi jadi terasa mellow dan bisa kena ke fisik kaya yang mba alami. Semoga tidak mengalami hal serupa lagi yaa mbaaa. Semangaat
Delete