Proses Menerima Kedukaan atas Kehilangan Anakku



It's not easy, Baby E.

Ini bukan proses yang mudah buat saya. Setelah kehilangan Baby E, hari ini (23 April) sudah tiga minggu lebih sejak ia pergi. Keadaan mulai membaik. Ya.. perlahan diri ini mulai bisa untuk "sadar" dan melakukan aktivitas seperti biasa. Sampai pagi tadi pun masih ingat dan kepikiran tentangnya. Bukan hal mudah memang untuk menghadapinya. Di satu sisi bisa bangkit, di sisi lain masih merasa terpuruk. Air mata masih keluar, walaupun perlahan mulai mereda.

Tahun 2020 baru sampai bulan April. Namun merasa ini tahun terpanjang dan terlama yang saya alami. Saya berusaha untuk mengahdapi kondisi kedukaan ini. Berusaha untuk tidak menghindar ataupun tidak mengingat-ingatnya. Saya sengaja untuk tetap memikirkan dan mengingatnya. Sebab, hanya 8 hari saya punya pengalaman dan kenangan bersama Baby E. Bisa dibilang waktu singkat, namun itu memang sudah yang terbaik.

Perlahan mulai mencoba berdamai dengan semua ini. Diawal-awal merasa begitu cepat semua proses terjadi. Begitu cepat keadaan berubah dan terkesan tidak ada jeda. Jujur, saat harus melahirkan saja saya belum siap 100%. Mental saya belum siap untuk melahirkan pada saat itu (Baca: Sepenggal Kisahku yang harus Melahirkan di Usia Kehamilan 35 Minggu). Sebab masih merasa bahwa hari itu bukan saatnya.

Setelah itu, semua terjadi begitu saja tanpa ada jeda. Serasa tidak bisa menarik nafas dengan tenang. Setelah semua proses pemakaman Baby E selesai, badan ini mulai merasa lelah. Bukan cuma itu, mental pun juga sama lelahnya. Sungguh lelah atas apa yang terjadi selama beberapa hari kebelakang. Semua dukungan dan doa diberikan untuk kami bertiga. Semua mengatakan bahwa saya dan koko bisa kuat untuk melalui ini. Air mata tidak bisa ditahan, mengalir terus menerus. Merasa bahwa Baby E masih ada di dalam perut, namun semua sudah tidak sama. Merasa bahwa ini bukan kenyataan, tapi apa daya ini memang terjadi. Merasa kok seperti ini, tapi begitu adanya.

Terus menerus menangis tanpa bisa di tahan. Meskipun berusaha untuk tenang dan berdoa, namun susah untuk menahan air mata. Akhirnya saya berusaha untuk membiarkannya. Biarkan air mata terus mengalir. Biarkan pikiran saya terus mengingatnya. Biarkan hati ini merasa bersalah. Biarkan diri ini diliputi kesedihan dan kedukaan. Ya.. saya membiarkan diri ini penuh dengan kesedihan. Saya mau mentuntaskannya. Biarkan rasa itu terus ada, karena jika sudah selesai maka rasa itu akan pergi.

Menjelang tiga minggu sejak Baby E pergi, perlahan diri saya mulai pulih. Semua bermula di tanggal 19 April, sebab untuk pertama kalinya saya pingsan. Untungnya hari minggu dan ada koko di rumah. Badan ini mulai sampai titik batasnya. Diri ini sudah sampai puncaknya kelelahan. Memang nafsu makan mulai menurun, makan pun hanya sekedarnya. Padahal saya habis melahirkan yang butuh asupan bergizi untuk cepat pulih. Setiap disuruh makan, saya cenderung ogah-ogahan. Hanya mengandalkan minum susu atau makan makanan manis seperti coklat dan roti. Maka, badan ini mulai memberikan sinyal buruk.

Saat itu hanya bisa mendengar suara panik koko ketika saya sudah sadar. Betapa ia mengatakan bahwa saya harus sehat. Kami baru kehilangan dan dia tidak mau saya dalam kondisi sakit. Tidak mau bahwa saya bisa meninggalkannya. Hari itu saya merasa bahwa sudah saatnya mulai bangkit. Sudah saatnya untuk tetap berdiri tegak. Bukan cuma untuk koko, namun untuk diri sendiri. Baby E tentu juga tidak ingin melihat saya terus seperti ini.

Walaupun rasa sedih, bersalah, menyesal, masih suka hilang dan timbul, namun memang perlu dihadapi. Seperti layaknya proses penerimaan diri (Baca: Self Acceptance - Karena Kamu Pantas untuk Bahagia), semua proses bisa terus terjadi. Rasa menyangkal, marah, mulai tawar menawar terhadap kondisi diri, depresi, hingga akhirnya menerima diri. Proses ini berupa lingkaran yang akan terus terjadi baik itu maju atau mundur. Setidaknya perlu untuk dilewati, bukan untuk ditimbun dalam diri. Biarkan rasa itu ada, tapi tetap ingat perlahan mulai menghilangkannya.

Sebab yang terlalu berlarut-larut juga tidak baik. Saya tetap membiarkan diri ini ingat Baby E dan menangis. Bahkan terkadang sengaja untuk mengingat-ingat wajah Baby E. Membuat diri ini sedih? Jelas, bahwa bisa langsung menangis. Namun, bagi saya itu proses untuk menerima bahwa diri ini sudah berbeda. Menerima kondisi yang dialami dan kenyataan yang terjadi. Semua memang sulit, namun perlahan akan membaik.

Sumber gambar: https://pixabay.com/id/photos/alam-horison-tanaman-langit-awan-2597056/

6 comments

  1. Sekarang, saya lagi masa-masanya ditanya orang, kapan hamil? kapan punya anak? dan itu aja suka bikin bete. Ada juga rasa nggak percaya diri karena mikir "apa harusnya saya hamil sekarang?"

    membaca pengalaman mbak, saya diingatkan lagi kalau pernikahan setiap orang berbeda-beda, dan yang menghadapinya berdua. apa pun yang diberikan Tuhan sekarang kepada saya, mungkin memang ini ujian saya, karena belum tentu saya kuat menghadapi ujian seperti mbak. Semoga semuanya lekas membaik.

    saya lagi blogwalking dan nggak tahu kenapa jadi mampir di sini. baca ini. I'm so sorry for your loss. Rasanya sakit meskipun nggak mengalami, apalagi mbaknya sendiri. Semoga selalu dikuatkan dan diberikan penerimaan untuk kalian berdua, diberikan banyak berkah penggantinya. Anak nggak akan tergantikan, namun semoga selalu banyak kebaikan buat pernikahan kalian.

    Salam, dari sesama istri. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai mbak. Salam kenal ya. Makasih sudah mau baca tulisan ini. Memang kayanya kalau terus ikutin kata-kata orang tidak pernah habisnya. Pertanyaan kapan hamil dan punya anak sepertinya ga pernah berhenti hhhe. Sabar mbak dan tetap semangat. Jika sudah waktunya pasti akan merasakan sendiri.

      Makasih ya atas dukungannya. Masing-masing dari kita punya ujiannya sendiri-sendiri. Jadi kita harus tetap menjalaninya. Amin atas semua doanya ya mbak. Doa terbaik juga untuk mbak dan keluarga ya :)

      Delete
  2. Turut berduka atas kehilangan Baby E, semoga mbak selalu sehat dan kuat bersama Koko untuk terus menapaki hidup. Doa terbaik untuk kakak berdua

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin. Makasih yaa Mba atas doanya. Salam kenal yaa Mba 😊

      Delete
  3. Membaca cerita Devina benar2 mewakili apa yg saya rasakan saat ini. Semoga kita yg hrs menelan pil pahit bernama ketetapan Tuhan trs di beri kekuatan utk hidup dlm rencanaNya. Amin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tetap semangat yaa Kak. Amin, semoga kita tetap bisa melewati ini dan berdamai dengan kedukaan yang ada 🙏

      Delete

Halo, salam kenal!

Terimakasih ya atas kesediaannya untuk membaca tulisan ini. Boleh ditinggalkan komennya agar kita bisa berkomunikasi satu sama lain :)

Sampai berjumpa di tulisan-tulisan berikutnya.