Self Forgiveness



Self Forgiveness

Memaafkan diri sendiri merupakan salah satu proses untuk berdamai dengan diri. Bahkan bisa memberikan pengaruh pada perkembangan otak loh. Minggu, 20 September 2020, seperti biasa Kak Fathya dan Kak Saskya melakukan IG Live. Mereka adalah dua psikolog favorit saya. Pembahasan mereka melalui IG Live atau posting di Instagram selalu singkat dan jelas. Topik hari minggu kemarin adalah Self Forgiveness. Topik ini sungguh relate dengan diri saya, apalagi beberapa bulan lalu habis mengalami kedukaan. 

Seperti yang pernah saya bahas dalam blog mengenai Baby E, sampai hari ini saya masih menyalahkan diri saya atas meninggalnya. Mau berkali-kali koko (suami dan ayah dari anak saya) mengatakan bahwa itu bukan salah saya. Bagi saya, tetap itu adalah salah saya. Saya yang mengandung, saya yang "membawanya" pergi kemana-mana, saya yang "memberinya makan", bahkan saya yang melahirkannya. Namun, ketika dia meninggal, rasa bersalah dan menyesal lah yang saya rasakan. Ketika orang mengatakan bahwa itu yang terbaik buat dirinya, saya percaya. Baby E sudah damai dan nyaman disana. Namun, tidak menyurutkan saya untuk menghilangkan rasa bersalah tersebut.

Ya.. saya menyalahkan diri saya sendiri.

Akhirnya topik dua psikolog ini membuat saya tergerak untuk mendengarkan. Pembahasan topik ini terdiri atas teori psikologi dan pengalaman serta hasil penelitian. Menyalahkan adalah hal umum yang terlintas ketika berada dalam situasi yang tidak ideal. Biasanya antara menyalahkan diri sendiri, orang lain, atau situasi yang ada. Hal tersebut umum terjadi, karena biasanya kita ingin berada dalam situasi yang terkontrol. Ketika ada yang berbeda, tentu muncul keinginan untuk lari dari kondisi. Alhasil, sikap menyalahkanlah yang terpilih. 

Memang paling gampang adalah menyalahkan orang lain, namun terkadang menyalahkan diri sendiri juga terjadi. Sebetulnya sah-sah saja jika mengalami kejadian di luar harapan atau ketika membuat kesalahan. Semua itu merupakan bagian dari tanggung jawab yang bisa di lakukan dan membentuk diri. Ketika menyalahkan diri sendiri, coba sadari apa yang salah. Selain itu, coba untuk rasakan respon yang terjadi. Misalnya merasa marah, sedih, takut, bahkan bisa ke fisik seperti deg-degan, badan panas, dll. Sadari dan rasakan semua emosi dan perubahan fisik yang terjadi. Biarkan kita merasakannya, bukan abai atau memendamnya dalam diri. Sebab, ketika terlalu di pendam nanti bisa menjadi bom waktu yang bisa meledak sewaktu-waktu.

Jika sudah, coba bicara sama diri sendiri bahwa "gapapa saat ini demikian, nanti akan berubah." Berbicara dengan diri sendiri merupakan bagian dari sugesti serta perwujudan nyata bahwa sadar apa yang terjadi dan dilakukan. Jika bertemu dengan orang lain yang menanyakan situasi yang salah tersebut, cobalah untuk berbicara kepadanya. Awalnya tentu tidak nyaman dan semakin menyalahkan diri sendiri. Cuma dengan bercerita ulang, biasanya membantu untuk mengeluarkan emosi yang ada. Lama kelamaan akan merasa mendingan atau lega. 

Kita tidak boleh untuk pasrah atau pasif. Kak Fathya dan Kak Saskya menegaskan bahwa kita perlu untuk melakukan suatu perubahan. It's okay jika di awal-awal terasa berat, namun memaafkan diri sendiri merupakan suatu proses. Namanya proses tentu akan maju mundur dan berubah atau tetap. Sampai saat ini, hampir enam bulan sejak saya melahirkan (lima bulan lebih sejak Baby E meninggal), saya masih proses maju mundur untuk memaafkan diri sendiri. Minimal sampai saat ini, ketika ada yang menanyakan mengapa Baby E meninggal, saya bisa jawab bahwa ia lahir prematur. Awalnya susah buat saya menjawab tersebut. Saya terlampau menutup diri dan telinga rapat-rapat. Serta mengunci mulut agar tidak perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang membuat saya semakin sedih dan bersalah.

Lama kelamaan disaat saya menjawab pertanyaan tersebut, saya mulai mendingan. Tidak langsung marah atau sedih ketika mendengar Baby E dibahas. Mulai merasa lega bisa mengeluarkan unek-unek yang ada. Namun, proses griveing dan memaafkan diri sendiri belum usai. Apakah saya masih menangis? Tentu saja iya. Tiap malam saya terus bertanya sama koko, "Baby lagi apa ya?" Setelahnya bisa menitikan air mata. Cuma makin lama tidak berkepanjangan dan bukan nangis yang mengeluarkan banyak air mata. Habis itu cuma bisa doa kepada Tuhan atau ajak ngobrol baby dalam doa.

Cukup..cukup, jadi curcol deh 😂 Balik ke topik IG Live Kak Fathya dan Kak Sakhya. Diawal saya mengatakan bahwa memaafkan diri sendiri bisa mempengaruhi perkembangan otak. Jadi berdasarkan penelitian yang dibaca oleh Kak Fathya dan Kak Sakhya, kita sebagai manusia memiliki hormon yang mempengaruhi perkembangan otak.  Nah, salah satu hormon yang ada adalah hormon oksitosin. Ternyata hormon oksitosin ini penting untuk bisa memberikan rasa bahagia dan nyaman. Makanya suka muncul perkataan bahwa melakukan hal-hal disukai bisa meningkatkan hormon kebahagiaan, yaitu oksitosin. FYI ternyata hormon oksitosin perempuan kadarnya lebih tinggi daripada laki-laki. Tingginya kadar hormon ini juga berpengaruh pada rasa trust (Seputar penelitiannya bisa bertanya kepada Kak Fathya dan Kak Saskhya). Makanya perempuan lebih mudah trust pada apapun dan siapapun di banding laki-laki. Mungkin di pengaruhi juga bahwa perempuan lebih menggunakan perasaan daripada laki-laki yang menggunakan logika. Cuma buruknya adalah karena lebih mudah merasakan trust, maka bisa juga merasakan kecewa  😋

Berdasarkan hasil mendengar percakapan dan penjelasan mereka selama satu jam, kesimpulannya adalah memaafkan diri sendiri adalah proses. Sadari dulu apa yang menjadi masalah atau hal yang bikin tidak nyaman. Kemudian rasakan emosi serta perubahan fisik yang ada. Coba untuk bicara dengan diri sendiri, bahkan bisa melakukan kontak fisik seperti puk puk atau memeluk diri sendiri. Indikator keberhasilan sudah memaafkan diri sendiri adalah bisa bertumbuh menjadi pribadi yang damai.

Hal yang akan saya lakukan adalah mencoba untuk ngomong dengan diri sendiri bahwa "Its okay sekarang menyalahkan diri ini. Nanti akan melepaskannya." Sebab, di balik rasa duka dan bersalah yang ada, saya bersyukur masih diberi kesempatan untuk melanjutkan hidup. Masih ada waktu untuk memperbaiki diri, contohnya aktif di blog. Akhirnya saya bertemu banyak teman baru dari blog, bahkan bertemu pun belum pernah. Namun, saya mendapatkan energi positif dari tiap komunikasi yang terjadi. Saya mau mengucapkan terimakasih kepada teman-teman sesama blogger yang sudah mampir kesini atau pernah saya singgahi ke blognya. Pertemanan dalam dunia maya ini membuat saya mendapatkan energi baru. Blog merupakan "pelampiasan" saya waktu itu ketika awal-awal berduka. Saya bersyukur menemukan tempat dan orang-orang yang tepat. Semoga teman-teman yang saat ini masih menyalahkan diri sendiri, perlahan mulai bisa memaafkan dirinya. Saya masih belajar dan berproses. Tulisan ini hanyalah sharing yang mungkin bisa di ambil hikmah positif bagi kalian, bukan bermaksud menggurui. Semangat ya teman-teman!


Cover: Canva, edit by me



22 comments

  1. Sorry for your loss :(.
    Pasti ngga mudah buat kalian berdua terutama dirimu.

    Saya pernah ada di posisi itu, waktu Mama sakit.
    Mungkin karena saya terkadang suka keras sama diri sendiri.
    Tahun berlalu dan akhirnya sampai di titik ikhlas bahwa memang harus seperti ini jalannya.

    Untuk menjadi "manusia lebih baik dari versi hari kemarin" ternyata proses yang dilewatinya ngga mudah.

    Masih suka terbersit pikiran itu, bahkan sesaat sebelum baca tulisan ini.

    I wish you only the very best.
    Serahkan kepada kekuatan yang lebih tinggi.

    Jangan seperti saya,
    yang membawa itu 20 tahun lamanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Kak Renov 🤗

      Sorry bahwa harus tahu kakak menyimpan itu dalam durasi lama. Semoga perlahan membaik ya kak. Kita sama-sama berproses untuk lebih baik lagi.

      Iya kaak, memang kekuatan doa diatas segalanya. Ikhlas itu yang mungkin masih sulit, namun memang perlu untuk dirasakan serta belajar menerimanya.

      Delete
  2. Hola mba Devina 😄

    Saya sering menyalahkan diri sendiri, menurut saya lebih baik daripada menyalahkan orang lain atau keadaan. Meski saya tau kalau itu nggak 100% baik sebab yang paling baik adalah nggak menyalahkan siapa-siapa 😆 tapi saya setuju sama tulisan mba di atas, setiap dari kita berproses, kalau saya prosesnya lebih ke 'menikmati' rasa itu sampai betul-betul hilang dengan sendirinya 🙈

    Sebetulnya pada proses yang dilewati, saya jadi lebih kenal diri saya. Apa yang bisa membuat saya be better ke depannya. Apa yang membuat saya sakit. Apa yang membuat saya gagal. Berjalan dengan waktu, seiring bertambahnya umur, saya jadi paham bagaimana menyikapi polemik yang ada. Yang tadinya saya pikir sebesar gunung, ternyata tetap bisa dilalui dengan pelan-pelan 😁

    By the way, SEMANGAT mba! 😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yess mba, memang menyalahkan orang lain itu lebih mudah hhhe.. Betul mba memang harus di nikmati daripada di sangkal. Toh seperti kata mba lalam-lama akan hilang. Aku pun sekarang lebih bisa merasakan dan mengontrol emosi seperti menangis. Walaupun sedih, sekarang bisa untuk tidak selalu harus menangis.

      Yes.. kadang pikiran kita terlalu berlebihan yaa. Padahal apa yang terjadi tidak sebesar dugaan kita. Semangat juga untuk mba eno yaa😁

      Delete
  3. Turut berduka ya mba, semoga selalu dikuatkan, aamiin..

    Semangat, jalan hidup masih panjang, Baby E pasti bangga punya mama seperti mba Devina :")

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih mba...
      Amin.. aku pun bangga sama Baby E, mba hhhe..

      Delete
  4. Kak Devina, you’re so strong. And thanks for sharing this valuable story.

    Saya sendiri juga sering menyalahkan diri sendiri. Karena ketika kegagalan terjadi, paling mudah adalah menyalahkan diri sendiri atau orang lain. Dan ternyata ngga gampang utk kemudian memaafkan diri sendiri. Tapi begitu bisa memaafkan, rasanya emang lega banget ya :)

    Sekali lagi terimakasih sudah berbagi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih juga yaa sudah membaca tulisan ini 😀
      Iya karena diri sendiri lebih gampang disalahkan daripada orang lain. Memang setelah proses selesai, kita akan menjadi lega. Semoga aku bisa mencapai akhir proses itu, yaitu kelegaan hhhee..

      Delete
  5. Mba Devina, aku nggak tahu mau komen apaan, you're so strong mba ❤Kehilangan memang nggak pernah mudah dan saya yakin baby El bangga punya mba sebagai mommy nya ❤❤

    Peluk hangat dari sini mba Devina ❤

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin... aku pun bangga punya Baby E, mba hhhe..
      Makasih yaa mba atas supportnya 🤗

      Delete
  6. Hai Kak Devina.. aku jadi terketuk saat baca postingan ini. Aku sering sekali menyalahkan diri sendiri, padahal sudah jelas bahwa kesalahan bukan di aku. Namun yah, aku tidak mau menyalahkan orang jadi ujungnya malah menyalahkan diri

    Tapi aku sadar juga itu tidak sehat, aku merasa terkekang saat menyalahkan diri sendiri, dan tidak berkembang. Semoga kita selalu bisa ambil hal2 positif dari kejadian2 yang kadang tidak sesuai dengan apa yg kita inginkan ya kak.. Semangat kak Devina

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, betul kalau sikap itu tidak sehat. Bahkan jika berlarut-larut tentu tidak akan baik kan. Sayang hidup ini karena diisi hal yang negatif terus hhhee..

      Aku pun masih belajar untuk memaafkan diri sendiri. Merasa perlu untuk mengisi hidup ini dengan hal yang lebih bermanfaat daripada sekedar sedih-sedih hhhe.

      Semangat juga untuk kamu yaa..😁

      Delete
  7. KaDev, sorry for your loss.. semoga KaDev semakin kesini bisa melewati ini ya. Aku juga masih menyalahkan diri atas ayahku. Kadang masih sedih kalau ingat hal tersebut. Tapi aku juga mau sembuh. Karena berat sekali beban ini untuk dibawa bertahun2. Terima kasih artikelnya. Sebenarnya sudah bisa sedikit melupakan tapi kadang suka ingat kayak KaDev bilang. Tapi dengan memahaminya berarti kita sudah di jalur yang benar. Semangat ya buat kita semua ❤

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin. Makasih yaa mba. Semangat juga untuk proses yang lagi kamu hadapi. Semoga perlahan semua menjsdi lebih baik.

      Iyaa... Aku pun ga mau berlarut-larut, karena tidak bagus juga kan.

      Betul, ketika kita sudah memahaminya tentu kita uda tau tentang kondisi tersebut 😉

      Delete
  8. Devinaaa, masha Allah.
    Peluukkkk :*

    Btw, saya kayaknya pernah mampir ke blog ini, tapi kok baru tahu cerita ini ya?

    Terimakasih banyak udah mau berbagi ya, jleb banget ini mah.
    Betapa setiap orang itu punya masalahnya masing-masing ya.

    Saya spechless, dan cuman bisa mengirimkan pelukan semangat.
    Terimakasih sudah memberikan energi positif dari tulisan ini :*

    Btw, saya pernah menyalahkan diri sendiri, bahkan mungkin sampai saat ini saya masih sering menyalahkan diri sendiri.

    Meskipun kalau dipikir-pikir, outputnya adalah menyalahkan orang lain, kadang terlihat seperti menyalahkan keadaan.

    Tapi sejujurnya, dalam hati saya, saya menyalahkan diri sendiri untuk semua yang saya alami.

    Ah entahlah.
    Apapun itu, memaafkan diri sendiri memang proses ya, dan proses itu terjadi dari berbagai hal, termasuk dari membaca kisah orang, atau menuliskan kisah sendiri.

    Semangat selalu yaaa :*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wahhh makasih Mba Rey sudah mampir ke blog aku hhhee..
      Makasih yaa mba atas supportnya. Memang menyalahkan diri sendiri itu hal mudah yaa. Padahal ga bagus sikap tersebut.

      Iyaa memang proses mba, aku pun baca cerita orang lain juga menjadi refrensi untuk semangat melalui proses ini.

      Semangat juga untuk mba, semoga hal saat ini yg ga nyaman bisa segera usai ya mba 😉

      Delete
  9. Kamu sedih Dev karena kehilangan tapi koko mu benar banget, itu bukan salahmu. Bagaimanapun kita cuma manusia yang punya keterbatasan dan banyak hal yang tidak bisa kita kontrol.

    Saya nggak bisa bayangkan kesedihan seorang ibu yang kehilangan bayinya, tetapi saya pernah kehilangan juga orang-orang yang saya sayangi.

    Cuma, saya pikir memang begitulah kodrat hidup manusia bahwa ia akan dipertemukan dan juga dipisahkan. Bukan karena kesalahan kita, tapi karena siklus hidup manusia..

    Ehh.. saya ngomong apa yah..

    Hahahah.. maaf yah Dev, tapi yakinlah bahwa di masa depan banyak kebahagiaan yang sedang menanti Dev dan Koko. Yakin dan teruslah berusaha ke arah sana.

    Semangat ya Dev...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mas Anton, memang kadang juga terpikirkan bahwa tiba saatnya, nanti aku juga yg akan pergi seperti Baby E. Ya itu bagian dari takdir yg ga bisa aku sangkal juga kan.

      Diawal-awal ngerasa kok begini dan kenapa harus aku yg ngalamin. Apalagi selama hamil kondisi aku dan baby sehat. Waktu itu semua cepet banget terjadi sampai ga bisa aku cerna.

      Selang beberapa bulan ya aku mulai sadar mas. Mungkin memang ini yg terbaik buat kami bertiga.

      Amin mas, aku pun berharap demikian. Semoga kebahagiaan juga menyertai Mas Anton dan keluarga yaaa 🙏

      Delete
  10. aku bisa dibilang sering menyalahkan diri sendiri mbak
    dari sana aku berusaha untuk belajar menyikapi lagi, kurangnya dimana, jadi bisa diperbaiki
    dan kedepannya berusaha untuk nggak bikin salah, tapi kadang aja muncul lagi kasus yang sama

    tetep kuat dan semangat mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang nyalahin diri sendiri itu lebih mudah yaa.
      Makasih ya kak atas supportnya 🙂

      Delete
  11. Itu wajar kok mba, trutama ini menyangkut anak sendiri. Udh pastilah setiap ibu menyalahkan diri nya sendiri dulu, yg menyebabkan si baby meninggal. Tapi setelah beberapa lama, percaya deh itu bakal hilang pelan2, trutama kalo kita bisa menerima, bahwa segala sesuatu yg terjadi itu udh digariskan semuanya. Takdir. Ga ada manusia yg bisa mengutak Atik takdir yg tertulis. Itu juga yg aku rasain saat kehilangan mama mertua. Buatku mama mertua LBH Deket dan jauh seperti mama sendiri. Jd waktu beliau meninggal Krn covid, semua dari kita menyalahkan diri sendiri, apa kita carriernya yg membuat mama tertular?

    Tapi setelah bicara dengan ustad kenalan, beliau yg bilang, ini semua udh tertulis bahkan sejak mama belum dilahirkan. Bagaimana takdirnya, hidupnya, usianya, dll. Bersedih boleh, namanya aja kehilangan kluarga yg paling kita sayang. Tp jgn sampai berfikir seandainya begini, seandainya begitu, Krn sama aja kita ga ikhlas dengan ketentuan Yang Maha Esa.

    Itu sih yg ustad nasehatin ke kami, aku dan suami. Krn berat banget buat keluarga waktu mama meninggal.

    Maaf kalo aku sedikit bawa agama. Tapi semoga mba Devina bisa pelan2 pulih kembali dan ga terlalu sedih kalo mengingat baby E. Ada masanya saat kita akan mengingat orang2 yg udah pergi, dengan senyuman :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kakkk, makasih yaaa atas supportnyaa. Iya.. memang pada bilang harus bisa terima dan lanjutin hidup dengan lebih baik. Toh pasti baby ga mau liat aku sedih-sedih terus.

      Ini yang sedang aku coba kak, agar perlahan bisa lebih menerima dan melepasnya. Semangat juga untuk kakak dan suami yaaa. Semoga kita bisa pulih dari duka ini..

      Delete

Halo, salam kenal!

Terimakasih ya atas kesediaannya untuk membaca tulisan ini. Boleh ditinggalkan komennya agar kita bisa berkomunikasi satu sama lain :)

Sampai berjumpa di tulisan-tulisan berikutnya.