Inikah Takdir?

 

Inikah Takdir


Beberapa hari lalu membaca tulisan Mba Eno mengenai "Life is Funny", lantas jadi kepikiran apa pernah merasakan hal tersebut. Mba Eno bercerita bagaimana ia menginginkan membeli pot, namun akhirnya tidak jadi. Siapa duga, malah mendapat gift dari Ci Jane berupa pot yang sangat cantik. Kadang semesta begitu unik mengatur perjalanan hidup kita. Saat itu, saya memberikan komentar di tulisan Mba Eno bahwa lupa apakah pernah mengalami hal serupa atau tidak. Kemudian, dua hari lalu baru ingat, mungkin apa yang saya alami mirip dengan Mba Eno. Hanya saja, saya mengalami hal yang bukan diinginkan. Saya mengalaminya dalam kisah dukacita.

Jadi, saat kuliah S1 Fakultas Psikologi, saya mengambil topik skripsi mengenai Self Acceptance. Topik yang saya angkat mengenai Penerimaan Diri Ibu yang memiliki Anak Disleksia. Saya mewawancarai tiga orang ibu yang anaknya didiagnosa mengalami disleksia. 

Apa sih disleksia itu? 

Bagi teman-teman yang belum tahu, saya berikan definisinya secara singkat. Disleksia adalah salah satu kesulitan belajar yang dialami pada anak, khususnya dalam membaca dan menulis. Anak yang belum bisa baca dan tulis pada usianya, tidak selalu dikategorikan mengalami Disleksia. Butuh diagnosa dari psikolog mengenai kondisi anak tersebut. Ciri-ciri yang terlihat adalah anak sulit mengeja tulisan. Ketika orangtua meminta untuk menulis huruf besar/huruf kapital, anak akan menulis huruf dalam ukuran besar. Bukan huruf kapital seperti yang dimaksud orangtua. Terkadang anak merasa bingung pada huruf dan angka yang mirip, seperti "b" dan "d"; lalu huruf "s" dan angka "5"; dst. Bahkan anak sulit untuk membedakan arah kanan dan kiri. Saya ingatkan bahwa jika kalian merasa anak atau keponakan mengalami hal tersebut, perlu untuk penanganan lebih lanjut kepada para profesional. Kalian perlu memastikan dengan jelas dari para profesional, bukan memberikan diagnosa terhadap anak tersebut. Segeralah mendatangi tenaga profesional, agar bisa membantu anak untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi.

Nah, kembali lagi ke Self Acceptance, saya menggunakan teori dari Kubler Ross. Jika ditelusuri lebih lanjut, teori Kubler Ross mengenai Acceptance ini diterapkan untuk penderita penyakit yang sudah parah. Kemudian di terapkan pada bentuk lain mengenai kerugiana/kehilangan milik pribadi, seperti pekerjaan, penghasilan, harapan dan kebebasan. Dikaitkan dengan skripsi saya, teori ini digunakan karena adanya kehilangan harapan pada ibu terhadap anaknya. Lantas, apa hubungannya dengan diri saya?

Jika Mba Eno menginginkan sesuatu dan mendapatkan barang tersebut, tanpa saya sadari apa yang dipelajari untuk topik skripsi kini perlu dijalani sebagai bagian dari pemulihan  dukacita. Jika dulu menuliskan teori tersebut sebagai analisis untuk keperluan skripsi, siapa duka kini saya sedang melewati satu per satu fasenya. Ada lima fase yang perlu dilewati, yaitu denial, anger, bargaining, depression, dan acceptance. Saat saya mengalami grieving, tanpa disadari apa yang dipelajari berusaha untuk diterapkan. Saya sadar bahwa diri ini sedang berada dalam fase-fase tersebut. Benar-benar lucu dan uniknya cara semesta memberikan pelajaran. Kurang lebih lima tahun lalu, saya menganalisis wawancara orang lain berdasarkan teori tersebut, kini malah melalui fasenya perlahan-lahan. Akhirnya saya berusaha untuk menganalisis diri sendiri berdasarkan teori tersebut. Saya sadar sedang dalam fase apa dan berubah menjadi fase berikutnya. Kemudian satu waktu, saya mengalami kemunduran dan kembali melalui fase sebelumnya. 

Jika Mba Eno menuliskan "Life is Funny", aku sampai speechless ketika sadar betapa semesta begitu dahsyatnya terhadap hidup. Lima tahun lalu saya tidak pernah terpikirkan akan mengalami fase tersebut dalam dukacita. Sesuai dengan teori yang di kemukakan bahwa adanya kehilangan harapan yang dirasakan. Saat  itu saya tertarik topik Self Acceptance, karena bisa mengulik dan menganalisanya secara mendalam. Betapa tiap orang punya caranya sendiri untuk menghadapi hal-hal dalam hidupnya. Tentu setelah semua yang terjadi, butuh penerimaan atas kondisi tersebut dan menerima diri sendiri berada dalam keadaan yang tidak sesuai harapan.  Kemudian saya bertemu dengan sosok Meira Anastasia yang berbagi mengenai proses dirinya untuk Self Acceptance. Ceritanya menjadi salah satu motivasi saya bahwa tiap orang punya permasalahan sendiri. Diatas semua itu, pada akhirnya hanya diri sendiri yang mampu menopang. 

Fiuhh...

Apakah ini semua takdir?

Takdir dari Tuhan dalam hidup saya dengan segala naik turunnya layaknya wahana permainan. Jika demikian, sungguh saya takjub akan kuasa Tuhan atas hidup saya. Sejauh ini saya sudah sampai fase terakhir, yaitu acceptance. Jika teman-teman membaca blog ini, saya membuat satu label khusus yaitu Self Acceptance. Label ini akan berisi tulisan berdasarkan kisah saya yang melalui proses penerimaan diri sendiri. Saya sadar bahwa selama ini masih berubah-ubah dalam hal penerimaan. Namun, terlepas segala perubahan yang ada, pada akhirnya butuh penerimaan untuk apapun. Sebab, tidak selalu saya bisa membahagiakan orang lain sesuai yang mereka harapkan. Hal utama adalah saya perlu membahagiakan diri sendiri sesuai dengan harapan saya. Karena apa yang akan terjadi nantinya, saya perlu menopang diri sendiri agar tetap kuat melewatinya.

Menurut teman-teman, apa benar ini takdir? Adakah yang pernah mengalami takdir dengan cara unik di luar dugaan kalian?


Cover: Canva

Devina Genesia


14 comments

  1. Halo kak Devina. Toss* dulu aku seneng banget kalau bertemu dengan orang yang memiliki latar belakang pendidikan yang sama di dunia maya, karena aku jarang nemuin haha anyway. Aku hanya ingin menggaris bawahi kalimat yg sudah kak Devina sampaikan diatas

    "terlepas segala perubahan yang ada, pada akhirnya butuh penerimaan untuk apapun" ini betul sekali, penerimaan diri perlu dilakukan terlebih dahulu jika ingin ada perubahan dalam diri. Semangat ya kak Devina! Aku menunggu postingan dari segmen 'Self acceptance' berikutnya kak ��

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kak Reka juga kuliah psikologi? Waahh.. aku pun juga jarang nemuin yang latar pendidikannya sama hhhe..

      Iyaaa, setelah menerima tentu akan bisa menjalani untuk kedepannya. Siap, nanti akan posting tulisan di label ini lagi. Makasih yaa 😁

      Delete
  2. Menarik nih aku suka penjelasannya hehe

    ReplyDelete
  3. Waktu mengajarkan saya bahwa hidup ini memang ujungnya di penerimaan, jika pengen mendapatkan ketenangan.
    Namun juga wajib mengatur penerimaan yang seperti apa? biar jatuhnya nggak kayak pesimis mulu hahaha.

    Udah berkali rasanya, saya mengalami up and down hidup, sampai akhirnya saya menyadari (dengan sendirinya, kalau dikasih tahu orang, blas nggak nyadar-nyadar, wakakakaka), bahwa yang saya butuhkan hanyalah menerima, karena hidup ya memang untuk dijalani dan dinikmati, sambil menunggu waktu 'pulang' :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju banget Mba Rey, terkadang jatuhnya seperti pesimis. Padahal menerima ada proses yang harus di lalui. Haha.. aku pun suka demikian, di kasih tau sama orang lain kaya keras kepala tidak mau mendengarkan. Padahal mungkin ada benarnya juga perkataan orang tersebut hhhe..

      Iyaa.. jalani dengan sebaik-baiknyaa.. 😁

      Delete
  4. Lima fase yang disebutkan di atas seringkali aku dengar dari teman-teman sekitar khususnya di tahun pandemi ini. Jangka waktu fase yang dialami pun berbeda-beda; ada yang stuck di anger, ada yang berhasil sampai di tahap penerimaan, namun sedihnya ada yang terpuruk di fase depression dan belum bangkit kembali ):

    Kalau aku percaya semua sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa, apapun yang terjadi aku percaya semua udah dikendalikan oleh-Nya (: awalnya memang sulit untuk menerima kenyataan pahit, namun bersyukurnya dalam fase duka pun aku bisa menemukan bahwa Tuhan nggak pernah meninggalkan kita <3

    Thank you so much, Devina udah nulis ini! Peluk!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betulll.. proses tiap orang bisa makan waktu yang beda-beda. Bahkan ada yang uda sampe fase akhir, eh kembali lagi ke fase awal. Iyaa ci, tentu apa yang kita alami memang yang terbaik untuk kita yaa.. Tuhan pasti tahu kemampuan kitaa.

      Makasih jugaa Ci Jane atas supportnyaa 🤗

      Delete
  5. Dev.. Masalah takdir itu kan yang punya bukan manusia. Iya kan? Kita bisa menebak-nebak, tetapi kita tidak akan pernah bisa memastikan.

    Bagi saya sendiri, itulah yang namanya hidup. Manusia boleh berencana tentang apapun, tetapi hidup punya jalan dan caranya sendiri.

    Mungkin karena sudah lama hidup, saya memandangnya sederhana saja, yah itulah hidup. Saya belajar menerima apa adanya tanpa harus mengaitkan dengan berbagai teori yang beredar. Bagaimanapun, selama ini hidup sudah memperlihatkan "diri" bahwa ia sering berjalan dengan teorinya manusia..

    Hidup adalah sumber berbagai teori yang otak manusia sering tidak bisa menjangkaunya secara sempurna.

    Takdir atau bukan, juga bukan wilayah kita untuk memastikan. Kapasitas itu tidak ada dalam diri manusia..

    :-D :-D :-D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mas Anton, makasih atas insightnyaaa...

      Aku terlalu bertanya-tanya dan mengaitkan berdasarkan apa yang pernah diketahui. Memang ada hal-hal tertentu yang kita ga perlu pertanyakan yaa..

      Iyaa sepakat Mas, bukan kapasitas kita untuk memastikan. Once again, thank you Mas sudah diingatkan.

      Delete
  6. Klo dalam kepercayaanku, semua yg terjadi dalam hidup kita, sudah digariskan mba :). Jadinyaa aku percaya segala sesuatunya sudah takdir . sebagai manusia, ga akan ada yg bisa menebak kedepannya bakal gimana.

    Tapi, bukan berarti kita diem aja, mentang2 toh segala sesuatu sudah digariskan. Tetep harus berusaha, tetep harus belajar memahami kenapa cobaan ini bisa terjadi, karena biar bagaimanapun, aku msh percaya Tuhan ga akan memberikan cobaan di luar kuasa kita.

    Semua fase yg mba alami, itu udah usaha/effort dari diri buat belajar menerima cobaan. Beruntungnya Krn mba devina punya basic psikolog, jd LBH cepet paham kalo fasenya bakal seperti ini. Bisa menerapkan apa yang dipelajari dlm kehidupan sendiri.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mba, apa yang digariskan untuk kita kadang bikin geleng-geleng kepala. Betapa Tuhan bisa merancang dan membuatnya sedemikian rupa.

      Mungkin aku bisa recovery lebih cepat dari grieving, salah satunya karena sudah paham bahwa ada proses-proses yang harus dilalui. Proses itu juga bukan masalah dan memang perlu dijalani. Jadinya lebih bisa mengenali diri sendiri.

      Delete
  7. Yang namanya takdir tak bisa ditebak walaupun itu sudah ditentukan dan kita harus bisa menerima takdir yang sudah digariskan karena takdir tak bisa dirubah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa Kak, semua sudah jalan-Nya dan kita hanya perlu mengikuti dan berusaha sebaik mungkin.

      Delete

Halo, salam kenal!

Terimakasih ya atas kesediaannya untuk membaca tulisan ini. Boleh ditinggalkan komennya agar kita bisa berkomunikasi satu sama lain :)

Sampai berjumpa di tulisan-tulisan berikutnya.