Say Goodbye (Again)

 


Tulisan ini jadi postingan pertama di awal tahun, namun sudah penuh dengan kata perpisahan. Ya, awal tahun saya dapat diagnosa bahwa kehamilan kedua ternyata Blighted Ovum. Kehamilan kedua ini sudah tahu sejak awal Desember 2021. Kepikiran menjadi kado akhir tahun yang indah nih, apalagi ini bukan yang direncanain. Jadi benar-benar tidak menyangka akan hamil kembali. Setelah masa dukacita meninggalnya Baby E, saya lebih berusaha untuk berdamai dengan keadaan dulu. Kemudian menyiapkan diri untuk kembali hamil. Siapa sangka hamil setelah satu tahunan berduka. Kehamilan kedua ini dijalani dengan sangat nyaman. Seperti kehamilan pertama, tidak ada mual berlebihan (hanya sesekali jika mencium aroma yang terlalu kuat), tidak ngidam, bahkan bisa aktivitas seperti biasa. Paling hanya merasa ngantuk saja dan cepat lapar. Kehamilan kali ini benar-benar ngerasa lapar terus. Saya bisa makan hingga 5-6 kali dalam satu hari. Bahkan bisa terbangun tengah malam dengan peruh terasa perih seperti belum makan. 

Mungkin karena pernah merasakan ketidaksiapan dalam menerima kondisi kelahiran hingga meninggalnya Baby E, alhasil kehamilan kali ini saya sudah menyiapkan diri. Menyiapkan jika kemungkinan ada hal buruk terjadi. Bukan bermaksud untuk berpikiran negatif, namun sebagai upaya pertahanan diri saya untuk tidak ambruk lagi jika memang benar kejadian buruk terjadi. Awalnya Koko pun tidak percaya jika saya hamil. Sebab saat itu hasil test pack menunjukkan dua garis, namun satu garis masih agak samar. Saat cek ke dokter ternyata memang sudah ada kantung kehamilan dan usia kehamilan menunjukkan lima minggu (Dihitung dari Hari Pertama Haid Terakhir / HPHT). Dokter mulai kasih vitamin, asam folat, dan obat penguat kandungan. Kemudian di minta untuk cek dua minggu lagi.

Bisa dibilang memang feeling seorang wanita khususnya ibu, itu termasuk kuat. Hari itu saya pulang dalam kondisi biasa saja. Tidak menunjukkan rasa bahagia berlebihan, tapi tetap ada rasa senang karena diberikan kesempatan untuk hamil kembali. Sebab saya merasakan bahwa janin ini "jauh" dan tidak akan lama. Dari awal saya bilang begitu ke Koko, namun responnya adalah saya dianggap mikir yang macam-macam. Mungkin itu karena rasa khawatir saya jika kali ini akan sama seperti Baby E. Akhirnya saya berdoa ke Tuhan dan mengatakan "Jika memang saat ini kesempatan untuk kami mendapatkan rejeki (anak), saya minta maaf jika masih belum siap, tapi saya akan menjalaninya sesuai rencana Tuhan. Namun jika Tuhan rasa belum tepat waktunya, saya siap jika di ambil sejak awal. Jangan seperti waktu Baby E." Disitu cuma berusaha untuk berpikiran postif bahwa segala sesuatu akan terjadi dan selalu ada hikmah dibaliknya. Jadi menjalani hari demi hari untuk tetap percaya jika yang terbaik akan diberikan jalannya. 

Dua minggu kemudian jadwal kami kontrol, saat di cek dokter merasa ada keanehan. Sebab janin yang harusnya mulai berkembang dan bertambah ukurannya, ini tidak sesuai dengan semestinya. Dokter merasa takut ini adalah Blighted Ovum. Jadi saya di suruh bedrest beberapa hari dari aktivitas dan tetap postive thinking. Hari itu seperti pertanda dari doa saya sebelumnya. Jadi saya tetap mendengarkan saran dokter tanpa ada rasa cemas atau sedih. Koko yang merasa sedih karena dia seperti patah hati. Sebab, sebelum kami kontrol lagi, saya sempat test pack ulang dan hasilnya dua garis yang terang. Jadi benar-benar menandakan saya hamil dan dia happy luas biasa melihatnya. Padahal sebelumnya sudah di USG dan benar hasilnya kalau hamil. Ternyata dia lebih senang lihat hasil test pack ketimbang foto USG 😂

Saat melihat raut dia sedih, otomatis saya langsung menangis. Seperti pertahanan runtuh untuk bersikap baik-baik saja. Saya semakin merasa "jauh" dari calon janin ini. Saya seperti mendapat keputusan dari doa yang saya ucapkan. Saya merasa bersalah pernah mengucapkan doa seperti itu. Seperti berharap akan kejadian buruk menimpa, padahal saat doa sebaiknya mengucapkan hal-hal yang baik. Dua minggu lagi kami di minta untuk kembali. Sambil berharap kondisi terburuk tidak akan terjadi. Sampai sisi pasrah dan merasa bahwa apapun kondisinya tetap perlu di jalani. Herannya saya tidak menangis berhari-hari dan merasa bahwa ini lebih mudah untuk dihadapi. Mungkin karena saat Baby E itu di luar dugaan dan saya tidak ada persiapan apa-apa untuk menghadapinya. Dua minggu kembali, mulai ada perubahan karena ukuran berkembang terlihat, namun dokter tidak menemukan adanya perkembangan yang seharusnya dari janin. Dia curiga antara Blighted Ovum atau memang janinnya masih kecil sekali jadi tidak terlihat. Karena satu kondisi memang bisa terjadi demikian, ukuran janinnya terlalu kecil namun sebenarnya ada. Akhirnya diminta untuk kembali lagi dua minggu kemudian. Sebab semakin besar usia kehamilan lebih mudah untuk di deteksi.

Menjelang konsul yang berikutnya, saya pindah cek ke dokter kandungan spesialis fetomaternal. Sebab saya butuh second opinion dan penjelasan dari kondisi kehamilan saat itu. Ternyata dokter tersebut mengatakan bahwa ini Blighted Ovum. Tidak ada janinnya sama sekali dan hanya ada kantung kehamilan saja. Saya merasakan gejala kehamilan pada umumnya memang itu bisa terjadi karena ada perubahan hormon. Namun, kondisi ini bisa terjadi di karenakan pembelahan sel-sel untuk menjadi janin tidak sempurna. Bisa karena saat itu sel sperma atau sel ovum yang bertemu bukan dalam kondisi yang bagus. Seperti sudah dapat keputusan final. Kami pun berdua pulang dengan rasa "kosong". Namun, koko juga lebih bisa terima karena dia merasa memang belum rejeki kami. Mungkin juga karena belum ada janinnya jadi merasa lebih bisa untuk melepaskan sedini mungkin. Berbeda jika kami sudah mendengar detak jantung dan melihat dirinya yang semakin berkembang.

Akhirnya saat jadwal konsul ke dokter pertama dan dia juga menyimpulkan bahwa ini Blighted ovum. Sebab kondisi kehamilan sudah mulai bertambah tapi janin tidak terlihat. Karena masih kecil, jadi disarankan untuk minum obat. Jika ternyata kantung kehamilan masih tersisa di rahim, baru di lakukan tindakan kuret. Mulai awal bulan ini, saya minum obat peluruh. Hasilnya seperti mens pada umumnya. Setelah obat habis, tanggal 15 Januari kemarin saya konsul. Ternyata masih ada sedikit sisa kantungnya. Jadi saya di jadwalkan untuk kuret pada tanggal 18 Januari. Yasudah pasrah saja kembali masuk ruang bersalin dalam kondisi harus di bius. Ternyata Tuhan berkata lain, tepat tanggal 16 Januari pagi saat ke toilet, saya merasakan ada yang sesuatu yang keluar tidak seperti mens biasanya. Seperti gumpalan dan perut lebih terasa kram. Siangnya saya chat ke dokter dan menceritakan kondisi tersebut. Akhirnya saya di minta tanggal 17 Januari untuk USG ulang karena bisa saja sisa kantung kehamilannya sudah keluar. Benar saja sisa kantungnya sudah keluar. Hasil USG sudah lebih terang, sebab sebelumnya masih terlihat sedikit hitam yang menandakan masih ada sisa kantung kehamilan. Saya di berikan obat untuk diminum selama lima hari untuk membersihkan seluruhnya. Tindakan kuret pun di batalkan dan saya bersyukur tidak perlu masuk rumah sakit. Jujur kondisi kasus Covid mulai meningkat lagi, jadi parno bolak balik ke rumah sakit. Bahkan jika harus melakukan tindakan kuret cuma boleh di temani satu orang dan kami harus melakukan swab test

Saat ini kondisi fisik dan perasaan saya baik-baik saja. Saat dokter bilang sudah keluar semua kantungnya, ada rasa hampa. Berarti kehamilan kedua ini sudah selesai. Hanya merasakan sebentar saja tapi tetap berkesan. Saya pun bingung kali ini tidak menangis yang berlebihan. Entah memang bisa menghadapinya dengan lebih tenang atau ada ada sisi saya yang belum sepenuhnya pulih. Jujur merasa takut melihat reaksi saya yang terkesan baik-baik saja. Saya kira akan menangis berhari-hari seperti dulu. Merasa hampa berhari-hari hingga tidak nafsu makan. Cuma kali ini memang ada rasa hampa dan bersalah. Karena saya minum obat peluruh dan secara sadar saya berusaha untuk mengeluarkannya. Walaupun Koko bilang bahwa itu adalah diagnosa dan tindakan medis, jadi memang perlu untuk di lakukan.

Sekarang saya dalam kondisi cuti keguguran. Merasa sebenarnya bingung harus apa dan bagaimana. Saat orang-orang memberikan ucapan dukacita dan semangat, saya membacanya dengan rasa seperti tidak terjadi apa-apa. Saya merasa lebih tenang saat ini. Namun ketenangan ini mengusik saya. Saya merasa butuh menangis tapi tidak bisa menangis. Saya merasa butuh tidak bisa tidur sebagai bagian memikirkan kondisi ini, nyatanya saya bisa tidur walaupun kadang tidak nyenyak. Saya merasa aneh karena tidak seperti dulu dalam menghadapi dukacita ini.

Setidaknya kondisi ini lebih membuat saya sadar bahwa ada hal-hal yang memang bisa terjadi tanpa di duga. Perlu untuk tetap percaya akan setiap rancangan Tuhan. Apapun itu bentuknya. Saat ini yang bisa saya rasakan adalah semakin tidak siapnya untuk kembali hamil dan punya anak. Ada rasa takut untuk punya anak. Bukan karena proses kehamilannya saja namun setelahnya apa iya saya mampu merawat anak? Rasa rendah diri itulah yang kini saya rasakan. 



12 comments

  1. big hug buat mba devina
    semoga selalu diberi kekuatan dan ketabahan

    ReplyDelete
  2. Let it flow aja Dev. Biarkan semua berjalan sesuai kehendak yg di Atas. Kalo memang sudah waktunya, kehamilan pasti terjadi. Akupun sering ga mau terlalu berharap utk hal2 yg aku pengin. Takut aja kalo nanti hal itu ga kesampaian. Sakitnya bisa berkali2 lipat.

    Semoga ini hanya cobaan sementara, dan rezeki sebenernya bakal datang setelah kalian berdua bener2 siap yaaa 🤗

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin.. iyaa mba memang sekarang lebih ke yaudah jalanin ajaa. Aku pun mencoba untuk ga berharap apa-apa, soalnyaa emang bener kadang yang di harapin bisa ga kesampean hhhee..

      Delete
  3. *kirim peluk hangat untuk Ci Dev*
    Ci, apapun yang Cici rasakan itu valid kok 👍🏻 nggak ada yang salah atau benar, kan bukan ulangan 🙈

    Mungkin karena Cici memang sudah lebih berserah sehingga lebih siap, dan aku rasa hal itu normal saja terjadi karena saudaraku ada yang orangnya tipikal berserah sekali sama Tuhan sehingga ketika ada kejadian apapun nggak sampai bikin mental terpuruk.

    Ci, Cici sudah melakukan yang terbaik 👍🏻 aku yakin semua akan baik pada waktunya. Selamat beristihat, Ci Dev 🤗 take your time!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa Li, mungkin gitu karena yang kali ini lebih berserah dan pernah ngalamin yang pertama, jadi secara mental mungkin aku jauh lebih siap dibanding dulu.

      Amin. Makasih yaa Li 🤗

      Delete
  4. turut prihatin dengan kondisi mba, tapi semoga mba bisa segera bangkit

    ReplyDelete
  5. Devinaaa, aku baru baca cerita lengkapnya di sini. Peluk jauh sekali lagi buat kamu yaa! Salah satu sisi aku turut sedih, salah satu sisi aku merasa kamu udah jauh lebih kuatt menghadapi ini semua. Semoga rencana terbaik dari Tuhan akan tiba di hari yang tepat untuk kamu dan suami ya 🤗

    ReplyDelete
  6. Bener kata Fanny, let it flow. Insya Allah pada akhirnya kebahagiaan itu akan hadir mencerahkan keluargamu.

    Tetap semangat sis!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mas Anton, apa kabaaar??

      Amin. makasihh yaaa mas atas supportnyaa 😊

      Delete

Halo, salam kenal!

Terimakasih ya atas kesediaannya untuk membaca tulisan ini. Boleh ditinggalkan komennya agar kita bisa berkomunikasi satu sama lain :)

Sampai berjumpa di tulisan-tulisan berikutnya.